SULENGKA.ID, MERDESA — Di tengah dinamika pembangunan nasional yang menitikberatkan pada pemerataan hingga ke tingkat akar rumput, peran kepala desa menjadi semakin penting dan strategis. Kepala desa bukan hanya pemimpin administratif di wilayah pedesaan, tetapi juga menjadi simbol kepercayaan masyarakat serta penggerak utama di dalam menjalankan roda pemerintahan desa yang transparan, akuntabel, dan partisipatif.
Sebagai pemimpin tertinggi di tingkat desa, kepala desa memiliki tanggung jawab besar yang dibarengi dengan sejumlah kewenangan penting. Namun demikian, kewenangan tersebut tidak bersifat mutlak. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, kepala desa terikat oleh berbagai aturan perundang-undangan yang harus dijunjung tinggi. Aturan-aturan tersebut bukan sekadar formalitas, melainkan fondasi etika dan hukum untuk mencegah penyimpangan kekuasaan serta menjaga kehormatan dan kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan desa.
Salah satu aturan paling mendasar yang tidak boleh dilanggar oleh kepala desa adalah larangan menyalahgunakan wewenang. Kepala desa tidak boleh menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri, keluarga, atau kelompok tertentu. Segala bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah pelanggaran berat yang tidak hanya merugikan negara dan masyarakat desa, tetapi juga mencederai nilai-nilai keadilan dan integritas. Dalam banyak kasus, kepala desa yang terjerat kasus hukum karena penyalahgunaan dana desa atau proyek fiktif menjadi bukti nyata betapa pentingnya komitmen terhadap aturan.
Selain itu, kepala desa juga dilarang bersikap diskriminatif. Sebagai pelayan publik, ia harus memberikan pelayanan yang setara kepada seluruh warga tanpa membedakan latar belakang suku, agama, jenis kelamin, golongan politik, ataupun status sosial. Pelayanan publik yang berkeadilan menjadi tolok ukur keberhasilan kepemimpinan desa.
Netralitas Kepala Desa
Dalam konteks politik, kepala desa dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis, khususnya selama masa jabatannya. Ia tidak boleh menjadi bagian dari partai politik atau menyatakan dukungan secara terbuka terhadap calon dalam pemilihan umum. Netralitas kepala desa adalah prinsip penting yang bertujuan untuk menjaga kondusivitas dan keutuhan sosial masyarakat desa. Apabila kepala desa terlibat politik praktis, ia akan berisiko menciptakan polarisasi di masyarakat serta mencoreng netralitas birokrasi desa.
Lebih lanjut, kepala desa memiliki kewajiban untuk mengelola keuangan desa secara transparan dan akuntabel. Dana desa yang di kucurkan oleh pemerintah pusat harus di manfaatkan sebaik-baiknya untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) harus di lakukan secara partisipatif bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta di sosialisasikan kepada masyarakat agar seluruh warga dapat mengetahui dan mengawasi penggunaan anggaran desa. Penyimpangan dalam pengelolaan keuangan desa tidak hanya merupakan pelanggaran administratif, tetapi juga pidana.
Tidak kalah pentingnya, kepala desa wajib mematuhi masa jabatan yang telah di tentukan oleh undang-undang, yakni delapan tahun dan dapat di pilih kembali paling banyak dua kali masa jabatan. Upaya memperpanjang masa jabatan secara sepihak atau dengan cara-cara tidak sah merupakan bentuk pelanggaran konstitusional yang merusak prinsip demokrasi di tingkat lokal.
Menjaga Keseimbangan
Semua larangan ini telah di atur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta berbagai peraturan pelaksanaannya. Tujuan utama dari aturan-aturan ini adalah menjaga keseimbangan antara kewenangan dan tanggung jawab, serta memastikan kepala desa tetap berada dalam koridor hukum dan etika pemerintahan.
Apabila seorang kepala desa melanggar aturan tersebut, maka konsekuensinya sangat serius. Ia dapat di berhentikan dari jabatannya, baik sementara maupun permanen, dan bahkan di proses secara hukum. Sanksi ini tidak semata-mata sebagai hukuman, melainkan sebagai bentuk perlindungan terhadap masyarakat desa agar tidak di rugikan oleh tindakan pemimpinnya.
Oleh karena itu, menjadi kepala desa bukan hanya soal kekuasaan atau prestise. Tetapi tentang tanggung jawab moral, sosial, dan hukum yang besar. Kepala desa harus menjadi teladan dalam menjunjung tinggi hukum, etika, dan kepentingan masyarakat. Ia harus menjadi pelayan rakyat yang amanah, pemimpin yang jujur, dan pengelola yang profesional. Dengan demikian, pemerintahan desa dapat berjalan dengan baik, masyarakat merasa terlayani, dan pembangunan desa dapat berlangsung secara berkelanjutan.

